MEDAN – Pertemuan Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dengan Dewan Kehormatan Provinsi se Indonesia kembali menyerukan tentang kewajiban wartawan menjaga dan mengedepankan etika serta moralitas dalam menjalankan profesi dan organisasi profesi itu sendiri.
Akhirnya, pertemuan yang digelar di Aula Raja Inal Siregar Kantor Gubernur Sumatera Utara, Selasa (7/2) malam, menghasilkan “Seruan Medan” yang menjadi peringatan bagi wartawan dan organisasi PWI.
“Etika dan moralitas itu fundamental, di samping kompetensi seperti dinyatakan dalam UU Nomor 40 Tahun 1999,” kata anggota DK dan Dewan Pers, Tri Agung Kristanto, pada acara yang digelar dalam rangkaian Hari Pers Nasional (HPN) 2023 di Medan itu.
Turut hadir Sekretaris DK PWI Sumut Sasongko Tedjo, Raja Pane dan Asro Kamal Rokan serta para ketua DKP. Pertemuan banyak menyoroti masih banyaknya pelanggaran Kode Etik, Kode Perilaku Wartawan, dan norma organisasi akhir-akhir ini, sehingga memunculkan keprihatinan.
“Kode etik, Kode Perilaku wartawan, dan norma organisasi itu merupakan satu kesatuan yang selalu harus menjadi wartawan dalam menjalankan profesi,” kata Sasongko.
Disebutkan, menjadi wartawan bukan hal yang mudah karena di samping kompetensi juga mengemban tuntutan etis, mengutamakan kepentingan masyarakat, bersikap independen, dan tanggung jawab lainnya.
“Maka saya paling tidak setuju apabila dikatakan menjadi wartawan itu mudah,” tambah Tri Agung.
Dikatakan, wartawan bisa keliru tapi tidak boleh berbohong. Hal itulah yang membedakan dengan konten-konten di media sosial yang menjadi ancaman bagi produk jurnalistik maupun profesi wartawan.
“Namun justru menjadi tantangan yang harus dijawab oleh profesi ini. Mengapa etika dan moral? Karena itulah modal kepercayaan yang dimiliki wartawan dalam menjalankan profesi,” sambungnya.
Pertemuan juga menyuarakan keprihatinan atas praktik-praktik pengelolaan organisasi yang banyak melanggar norma dan aturan organisasi. Contohnya, kasus di Sumatera Barat kembali disorot karena ketua terpilih masih berstatus ASN dan telah diberhentikan sebagai anggota PWI. Hanya saya, ketua terpilih tetap dilantik oleh Ketua Umum PWI Pusat Atal S Depari.
Diingatkan, menjaga marwah organisasi menjadi bagian terpenting dan tidak terpisahkan karena prinsip-prinsip yang sama dilandasi moral dan etika. Maka itu, “Seruan Medan” mengingatkan agar pelanggaran norma yang dapat menggambarkan pengelolaan organisasi berdasarkan kepentingan pribadi segera diakhiri karena organisasi ini milik lebih 16 ribu anggota.
“Kritik ini bukan bertendensi menyerang pribadi atau perorangan, namun sebagai wujud kepedulian terhadap organisasi,” kata Raja Pane.
Acara yang dipimpin Ketua DKP PWI Sumut M Syahrir itu berlangsung selama dua jam lebih diawali dengan makan malam dan diakhiri pesta durian bersama dalam suasana penuh keakraban. (pwisumut)