HPN 2025 Riau: Fenomena Wartawan Abal-Abal Jadi Sorotan

PEKANBARU, Waspada.co.id – Maraknya wartawan abal-abal yang kerap memeras kepala sekolah menjadi perhatian serius dalam dunia pendidikan. Berbekal kartu pers tanpa produk jurnalistik yang jelas, mereka menjadikan sekolah sebagai ladang empuk dengan memanfaatkan celah pengelolaan dana Bantuan Operasional…

 0  10
HPN 2025 Riau: Fenomena Wartawan Abal-Abal Jadi Sorotan

PEKANBARU, Waspada.co.id – Maraknya wartawan abal-abal yang kerap memeras kepala sekolah menjadi perhatian serius dalam dunia pendidikan. Berbekal kartu pers tanpa produk jurnalistik yang jelas, mereka menjadikan sekolah sebagai ladang empuk dengan memanfaatkan celah pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

Fenomena ini menjadi sorotan dalam Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Wartawan Berintegritas Sahabat Semua”, yang digelar dalam rangka menyongsong Hari Pers Nasional (HPN) 2025 di Hotel Mutiara Merdeka, Pekanbaru, Jumat (7/2).

Acara ini dihadiri oleh lebih dari 300 kepala sekolah se-Provinsi Riau, dengan menghadirkan narasumber dari berbagai bidang, seperti Direskrimum Polda Riau Asep Darmawan, Rektor Universitas Lancang Kuning yang juga Direktur Pendidikan PWI Riau Junaedi, Direktur Lembaga Uji Kompetensi Wartawan (UKW) PWI Pusat Aat Sufaat, serta Ketua Forum Pemred Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Dar Edi Yoga. Diskusi ini dipandu oleh Ridar Hendri.

Dalam FGD tersebut, Rektor Universitas Lancang Kuning, Junaedi, mengungkapkan bahwa banyak kepala sekolah dan guru kerap menjadi korban pemerasan.

“Faktanya, banyak oknum yang mengaku wartawan tapi hanya bermodal kartu pers. Mereka mencari celah kesalahan administrasi sekolah dan menggunakan isu pungutan liar sebagai alat pemerasan. Kepala sekolah harus lebih memahami regulasi agar tidak mudah ditekan,” ujar Junaedi.

Sementara itu, Direktur Lembaga UKW PWI Pusat, Aat Sufaat, menyoroti lemahnya regulasi yang memungkinkan siapa saja bisa mengaku sebagai wartawan tanpa kompetensi yang jelas.

“Di Indonesia, menjadi wartawan itu mudah. Padahal, ada 11 pasal dalam Kode Etik Jurnalistik yang harus dipatuhi, salah satunya melarang wartawan beritikad buruk. Uji Kompetensi Wartawan (UKW) harus menjadi standar utama untuk memastikan integritas profesi ini,” tegasnya.

Ia juga menyarankan kepala sekolah agar selalu mengecek legalitas wartawan yang datang ke sekolah mereka.

“Tanyakan kartu pers yang sudah terverifikasi Dewan Pers. Jika mencurigakan, laporkan ke PWI kabupaten atau provinsi. Bahkan, mempublikasikan kasus pemerasan di media sosial bisa menjadi langkah efektif untuk menghentikan praktik ini,” tambahnya.

Transparansi, Kunci Menghindari Pemerasan

Dari sudut pandang hukum, Direskrimum Polda Riau, Asep Darmawan, menegaskan bahwa transparansi dalam pengelolaan dana sekolah menjadi kunci agar kepala sekolah tidak terjebak dalam pemerasan.

“Jika pengelolaan dana BOS dilakukan dengan benar dan transparan, kepala sekolah tidak perlu takut. Kami sudah menangani beberapa kasus pemerasan, di mana oknum wartawan meminta sejumlah uang dengan ancaman penghapusan berita negatif. Kasus seperti ini harus segera dilaporkan agar pelaku bisa ditindak,” jelas Asep.

Sementara itu, Ketua Forum Pemred SMSI, Dar Edi Yoga, mengungkapkan bahwa jumlah media di Indonesia mencapai 47 ribu, namun hanya sekitar 3 ribu yang terverifikasi oleh Dewan Pers.

“Salah satu cara mengenali wartawan abal-abal adalah dengan mengecek apakah medianya terdaftar resmi, memiliki kantor redaksi, serta apakah wartawan tersebut membawa surat tugas yang sah. Jika tidak, besar kemungkinan mereka hanya mencari keuntungan pribadi,” papar Dar Edi Yoga.

FGD ini dihadiri pula oleh tokoh-tokoh pers nasional, seperti Ketua Panitia HPN Riau 2025 yang juga Bendahara PWI Pusat, Marthen Slamet Susanto, Ketua Umum PWI Pusat Periode 2018-2024 Atal S. Depari, serta Sekretaris Dewan Pakar PWI Pusat, Nurjaman Mochtar.

Diskusi ini menjadi momentum penting untuk memperkuat integritas profesi wartawan dan menjaga hubungan yang sehat antara media dan dunia pendidikan. Para peserta mendapatkan wawasan tentang cara menghadapi wartawan yang tidak beritikad baik serta langkah-langkah hukum yang dapat ditempuh untuk melindungi diri dari praktik pemerasan.

Dengan adanya forum ini, diharapkan dunia pendidikan tidak lagi menjadi target empuk bagi oknum wartawan abal-abal, serta terbangun kesadaran akan pentingnya pers yang profesional dan berintegritas. (wol/pwisumut)

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow